Polisi menembakkan gas air mata. (Foto: Twitter @idextratime)
Malang | Sudah lebih dari dua pekan berlalu, namun tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang ini masih menjadi luka yang dalam terutama bagi masyarakat Malang. Tragedi dimana saling injak antar suporter Aremania ini terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022. Tragedi ini menjadi perhatian seluruh dunia karena merupakan kerusuhan sepak bola yang paling parah dan menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah sepak bola.
Sejumlah Aremania telah berkenan untuk membagikan cerita dan pengalaman pilu terkait tragedi yang menelan ratusan korban jiwa itu. Salah satu Aremania, Ikram Assidiq (20), tampak sedih jika teringat akan kejadian pada malam itu.
“Kalau diinget-inget malam itu benar-benar mengerikan, gak pernah kebayang kalau aku ngalamin hal kaya gitu di depan mata kepalaku sendiri” ucapnya.
Pemuda tersebut melihat banyak orang yang berusaha menyelamatkan diri setelah para aparat menembakkan gas air mata kearah tribun penonton. “Sebenarnya kalau masalah kesehatan fisik sudah membaik, yang masih lumayan terganggu itu mental, soalnya masih teringat jelas teriakan orang-orang yang minta tolong, teman-teman saya terinjak-injak di sebelah saya persis. Itu yang bikin kaya tersiksa gitu.” jawabnya ketika ditanya mengenai kondisi kesehatannya saat ini.
Keadaan panik suporter di atas gate 14. (Foto: Ikram Assidiq)
Ikram menceritakan ketika salah satu temannya yang berusaha menyelamatkan seorang anak kecil yang terjepit dan menangis karena kesulitan bernapas. Ia mengatakan bahwa dirinya dan empat temannya berada di gate 14 sedangkan gate yang paling parah berada di gate 13.
“Waktu tiba-tiba ditembak gas itu rasanya mata perih terus langsung gak bisa napas. Dan mata perih itu masih terasa sampai seminggu setelah kejadian.” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya sempat ikut panik dan ingin segera keluar menyelamatkan diri dari stadion. Namun, jika ia ikut panik nantinya akan semakin menambah jumlah orang yang menumpuk di pintu keluar.
Terkait dengan penggunaan gas air mata sendiri, pihak FIFA melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion yang tertulis di dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19. Pihak Polri juga mengakui jika anggotanya menggunakan gas air mata yang sudah kedaluwarsa dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan. Hingga saat ini Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) masih terus mencari dan mendalami tragedi ini.
Reporter: Salsabiela Rizky Putri
Editor: Laurensia Sekar Ayu Kinanthi
0 komentar:
Posting Komentar