Kamis, 29 September 2022

Menemukan Pencerahan dari Kefanaan Dunia - Pameran Visual 2D Berkonsep Diorama kehidupan

 


KONTEMPORER: Pengunjung memindai gambar menggunakan Augmented Reality

SURABAYA- Pertanyaan tentang eksistensi manusia saat dilahirkan, dipertemukan, dan dipisahkan menjadi kerikil yang menggelitik pikiran B.G Fabiola Natasha (47). Ketika kelahiran direpresentasikan dengan hitam dan putih. Warna diciptakan oleh lingkungan dan masyarakat. Filosofi tersebut menjadi benang merah pameran foto tunggal bertajuk “Puja” yang dihelat di Visma Art.

Terdapat 13 karya foto hitam putih tergantung di ruang berdinding plester sejak 11 Maret lalu. Selain foto hitam putih, ada pula seni instalasi yang semuanya dibuat menggunakan bahan daur ulang. Keunikan karya perempuan kelahiran Surabaya 28 Desember 1975 ini tampak dari bagaimana dia mempresentasikan pameran. Tengok saja cara pemilihan pigura foto. Fabiola menggunakan kayu bekas yang dimodifikasi sehingga tampak lawas dan otentik. “Saya request ke tukang pigura saya kayunya harus bekas. Terserah mau cari dimana,” ucapnya. Detil material adalah hal penting yang harus digaris bawahi agar tercipta harmonisasi konsep. Seniman bertangan dingin ini mengolah sesuatu yang selama ini dianggap tak berguna dan terabaikan. “Ini lho akar bekas pohon tumbang saat badai di Surabaya tempo hari tak pungut,” jelasnya sambil menunjuk instalasi yang juga digunakan untuk spot testimoni pengunjung itu.


OTENTIK: Fabiola (tiga dari kiri) menjelaskan makna dari konsep pameran Puja.

Insting seorang seniman berbicara saat karyanya berbicara. Menganggap yang terabaikan ada dan melihat nilai dari sebuah benda. Mungkin bagi kebanyakan orang, semua yang dibidik Fabiola ini tak ada nilainya. Tapi itu justru melahirkan ide yang matang, dibangun bersama konsep unik untuk berkarya. Karya kontemporer itu mengisyaratkan makna dan menegaskan arti bahwa semua bisa diabaikan dan hilang tak berbekas. Termasuk manusia.

Selain bingkai yang menjadi daya tarik, jepretan foto-foto yang dihasilkan menggunakan kamera mirrorless lensa makro dan smartphone itu dipamerkan dalam bentuk lingkaran. Lingkaran ini membingkai obyek visual hitam putih dan gradasinya. Tampilan itu sengaja dipilih senada dengan konsep keseluruhan pameran. Yakni penggabungan Enso sebagai circle of enlightenment dan Wabi Sabi sebagai acceptence of transience.

Dalam percakapan bersama para pengunjung sore itu (14/3), perempuan berdarah Tionghoa-Belanda itu bercerita saat melihat tayangan tentang bhiksu yang menggambar mandala selama berbulan-bulan. Sang bhiksu membuat ukiran di atas pasir. Sangat teliti dan detil hingga terbentuk mandala berbentuk lingkaran besar. Namun Ketika sudah jadi, ia menyapu mandala tersebut. Menghancurkannya tak lebih dari lima menit. “Disapu begitu saja. Padahal ia buat itu sangat lama. Kenapa? Belakangan saya memaknainya bahwa everything is nothing. Seperti hidup. Semua bisa hilang atau berubah begitu saja,” ujarnya.

Masih tentang filosofi, Fabiola membaca konsep Wabi Sabi dari Jepang tentang menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan. Pun saat memahami konsep Enso. Lingkaran sebagai simbol keanggunan, kekuatan alam semesta, pencerahan tertinggi, enlightenment, atau yang disebut Satori. “Untuk menggambar Enso, yang saya gunakan menggunakan tinta emas dan hitam ini, diperlukan pikiran yang benar-benar bersih. Clear. Tidak lagi terikat pada tubuh dan roh,” tegasnya. Perenungan spiritual tentang makna kehidupan ini menjadikan Fabiola menghargai dunia.

Selain pameran foto yang mengangkat konsep Wabi Sabi dan Enso, Fabiola juga merilis buku. Ada 26 karya foto dan 8 haiku di dalamnya. Beberapa karya dilengkapi dengan animasi yang dapat dinikmati dengan cara memindai gambar menggunakan aplikasi Augmented Reality, Aryanna. Masih menggunakan benang merah yang sama, buku juga memuat perenungan spiritual sang perupa.

Puja” mengungkap banyak filosofi hidup yang membuka berbagai interpretasi makna dari siapa saja yang menikmatinya. Bagi perupanya, “Puja” adalah jalan untuk mengingat dan menerima perjalanan hidup. Seperti hitam atau putih. Ada sifat baik atau buruk.


Reporter: Asa Wisesa Betari


0 komentar:

Posting Komentar